MARTAPURA (KALSEL), INSANCHANNEL.COM-Ulama kharismatik yang bergelar Al’alimul ‘allamah Al’arif Billah As-Syekh H. Muhammad Zaini Abdul Ghani terlahir dari keturunan ulama besar juga yang berasal dari Martapura bernama Al’alimul ‘Alamah As-Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang dikenal dengan sebutan Datu Kalampayan-Martapura. Jejak-jejak kehidupannya terekam dengan baik dalam benak masyarakat, jamaah dan mereka-mereka yang memetik ilmu dan mengamalkan ajarannya.
Abah Guru Sekumpul adalah keturunan ke delapan dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari. Yakni, KH. Muhammad Zaini Ghani bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Samman bin Saad bin Abdullah Mufti bin Muhammad Khalid bin Khalifah Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kalampayan). Beliau dilahirkan dari pasangan keluarga sederhana. Ayahnya bernama Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman, dan ibunya bernama Hj. Masliah binti H. Mulia bin Muhyiddin.
Sebagaimana tertuang dalam buku Al’Alimul ‘Allamah Al’Arif Billah As-Syekh H. Muhammad Zaini Abdul Ghani yang disusun Abu Daudi (H.M.Irsyad Zein) menyebutkan, dalam usia lebih kurang sepuluh tahun sudah mendapatkan khususiat dan anugrah dari Allah berupa Kasyaf Hissi, yaitu melihat dan mendengar apa-apa yang di dalam atau yang terdinding. “Sewaktu beliau siasah, berjalan-jalan di hutan, maka rumput-rumputan memberi salam kepada beliau dan menyebut manfaatnya untuk pengobatan dan sebagainya,” dalam tulis buku Al’Alimul ‘Allamah Al’Arif Billah As-Syekh H. Muhammad Zaini Abdul Ghani itu.
Syekh H. Muhammad Zaini Abdul Ghani disebut juga, sejak kecilnya hidup di tengah-tengah keluarga shalih dan dalam didikan kedua orang tua serta bimbingan sang Pamanda Al-Alimul ‘Allamah Al-Arif Billah Syekh H. Seman Mulya betul-betul tertanam dalam lubuk hatinya sehingga sifat-sfat mulia, sabar, ridha dan kitmanul masha-ib yaitu menyembunyikan kesusahan, kasih sayang dan tidak pernah marah serta pemurah sudah tertanam dan tumbuh subur di jiwa beliau.
Syekh H. Muhammad Zaini Abdul Ghani yang mengikuti jejak datuknya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang asalnya tinggal di Kertaon kemudian pindah untuk membuka perkampungan baru Dalampagar; “Maka Al’alimul ‘allamahpun pindah pula dari Kertaon ke Sekumpul membuka komplek perumahan yang dikenal dengan Kompleks ar-Raudhah atau Dalam Regol, yang kemudian meluas sekelilingnya sehingga terbentuklah Gang Taufik dan gang Mahabbah dan lainnya,” tulis buku itu.
Di Sekumpul Komplek Ar-Raudhah inilah Abah Guru mengajar, mendidik para murik dan jamaah dilengkapi sarana ibadah berupa mushalla dan perlengkapannya. Di Mushalla Ar-Raudhah inilah beliau mengajar dan membawa jamaah dalam beribadah mengamalkan apa yang diajarkan beliau sehingga kata “kaji dan gawi” sangat jelas dalam proses belajar mengajarnya yakni menuntut ilmu kemudian mengamalkannya.
Abah Guru Sekumpul ini diyakini seorang wali Allah yang memiliki karomah. Karomah adalah kejadian yang luar biasa di luar akal manusia yang Allah Subhanahuawa taala berikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya dari yang bukan nabi dan rasul. Salah satu karomah yang diungkap dalam buku karya Abu Daudi ini misalnya;
Pada suatu musim kemarau panjang, hujan lama tidak turun sehingga sumur-sumur mengering. Kondisi ini membuat masyarakat cemas dan berharap turun hujan. Akhirnya masyarakat mendatangi Abah Guru Sekumpul meminta doa agar hujan segera turun. Mendapat permohonan masyarakat tersebut kemudian beliau keluar rumah kemudian menuju ke sebuah pohon pisang yang berada di dekat rumah beliau. Lalu beliau goyang-goyangkan pohon pisang tersebut, dan tidak lama kemudian hujanpun turun dengan derasnya.
Karomah lain yang sempat terungkat seperti diceritakan dalam buku ini; pada waktu pelaksanaan haul Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ke-189, di Dalampagar Martapura kebetulan masa itu musim hujan, sehingga membanjiri jalanan yang akan dilalui oleh Al’alimul’alllamah Al’arif Bilah As-Syekh H. Muhammad Zaini Abdul Gani menuju ke tempat pelaksanaan haul. Kondisi ini sempat mencemaskan panitia dan langsung melaporkan kepada Abah Guru Sekumpul dan memohon doa semoga air segera surut. Maka keesokan hari tepat pelaksanaan haul, sejak pagi jalanan yang tadinya digenangi air menjadi kering. Dan setelah selesai acara keesokan harinya jalanan tersebut kembali digenangi air sampai beberapa hari lamanya.
Mengutip https://www.liputan6.com/ yang mengutip laman Laduni.id; Pada suatu hari, datang rombongan para Habaib dari berbagai daerah ke Kalimantan Selatan, tepatnya ke kediaman KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-Banjari (Abah Guru Sekumpul).
Sudah tradisi beliau untuk memuliakan tamu-tamu. Abah Guru apabila menerima tamu dari luar daerah, apalagi para Habaib, maka Abah Guru Sekumpul akan meminta tamu tersebut untuk menginap beberapa hari di kediaman beliau.
Beliau sendiri yang turun tangan untuk melayani para tamu tersebut, istilah “tamu adalah Raja” sangat terlihat dari sikap dan perilaku Abah Guru Sekumpul terhadap para tamu-tamu beliau.
Sampai pada akhirnya rombongan para Habaib itu akan pulang…Maka bergantianlah Abah Guru sekumpul menyalami satu persatu para Habaib tersebut yang jumlahnya puluhan orang.
Tapi ada yang aneh…
Sambil Abah Guru bersalaman dengan satu persatu dari para Habaib tersebut, sambil Abah Guru mengambil uang dari kantong baju beliau…dan memasukkan uang tersebut ke kantong baju satu persatu para Habaib tersebut.
Al-Habib Mukshin bin Al-Habib Agil bin Syahab yang berdiri didekat Abah Guru Sekumpul saat itu sangat mengetahui, bahwa di kantong baju Abah Guru tidak ada apa-apa (kantong baju beliau kosong, dan tidak terlihat mengembung oleh jumlah uang yang banyak).
Sampai selesai semua para Habaib itu disalami oleh Abah Guru Sekumpul yang jumlahnya puluhan tersebut, terus-terusan Abah Guru juga mengambil uang dari kantong baju beliau, yang seperti tidak ada habisnya untuk beliau berikan kepada satu persatu dari mereka (para Habaib tersebut)
Tidak terasa, selesai Abah Guru menyalami dan memberikan uang tersebut kepada seluruh Habaib yang jumlahnya puluhan orang tersebut.
Lalu mendekat Habib Mukhsin muda kepada Abah Guru.
Berkata Abah Guru Sekumpul kepada Al-Habib Mukshin: “Behehinip aja nyawa Mukhsin ae” ( maksud Abah Guru, ngga usah terkejut. diam saja kalau engkau tahu )
Subhanallah…!
Kendati kekaromahan itu menjadi bagian dari karunia Allah kepada hamba-hamba pilihannya. Namun Abah Guru Sekumpul berpesan; untuk tidak tertipu dengan karomah (yakni dengan segala keganjilan dan keanehan), karena karamat itu adalah anugrah dan pemberian Allah Allah SWT kepada hamba-Nya bukan karena suatu kepandaian atau keahlian. “Karena itu janganlah terlintas atau berniat untuk mendapatkan karamat dengan melakukan ibadah atau membaca wirid; karena karamat yang mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di dalam ibadah,” kata Abah Guru Sekumpul dalam Buku Abu Daudi. (ic01/ bersambung)