Suasana pagi selalu menyuguhkan ketenangan, kedamaian. Keheningan ba’da subuh diiringi suara Ayam berkokok, bunyi mesin sanyo, perpaduan sendok, garpu, dan mangkuk beradu menjadi bunyi khas, ala ibu-ibu yang sedang menyiapkan bekal untuk sarapan. Tak mau kalah dengan emak-emak di dapur, saya sendiri, di samping kiri-kanan rumah, menyapu dedaunan yang sudah tua berjatuhan. Maklum, hujan dua hari ini mengguyur disertai rahmatnya.

Aktivitas sederhana ini tergolong rutinitas menyenangkan. Saya begitu menikmati kebiasaan sederhana ini. Tentu dengan penuh semangat dan gembira. Jujur, saya melakukan hanya karena agar halaman dan samping rumah terlihat bersih dari sampah.
Jika dedaunan tadi sudah tak terlihat lagi. Kenyamanan menyeruak di sela rumah tempat kami tinggal.
Ada yang menarik dari sekedar cerita aktivitas saya di atas. Apa itu? Sebuah kalimat sederhana tapi membuka cara berpikir lain tentang kehidupan yang selalu menghadirkan kebermanfaatan.
“Syukur, ya, wara Ro’o Fo’o ndi ma ka sehat ndai (Syukur ada daun mangga untuk menyehatkan tubuh kita-Red)” ucapnya sambil jalan menuju rumahnya. Saya mendengar kalimat itu langsung tersenyum kecut.
Tidak ada yang membuat saya merasa sulit untuk memahami apa makna yang diucapkan oleh Umi tadi. Bahkan saya amat sangat tersentuh.
Memang benar, ternyata kehidupan itu sesederhana itu, ya. Saya membatin. Kesehatan pun dapat kita temui dalam hal-hal kecil di sekitar kita. Tentu, penentunya adalah kita. Kita sendiri yang mengatur tempo maupun pola bagaimana diri kita.
Di lain sisi, memang ada adagium terkenal ‘kesehatan itu maha, jadi jagalah kesehatan Anda’. Saya percaya dan yakini kalimat di atas. Siapapun akan berusaha dan berjuang untuk mengorbankan semua yang dimilikinya demi KESEHATAN.
Bahkan, pernah ada cerita, dulu ada seorang penasehat Khalifah Harun Ar-Rasyid, seorang ulama besar yang kebetulan berada di satu majelis dengan sang khalifah. Harun Ar-Rasyid rupanya kehausan dia minta kepada pembantunya, ketika air itu di hadapkan oleh pembantunya.
Sang penasehat, seorang ulama, dia mengambil air itu, lalu mengajukan pertanyaan “Wahai Amirul Mukminin, kalau di luar sana tidak ada air dan hanya air segelas inilah yang tersisa, berapa Tuan berani bayar air segelas ini? Karena hidupanya selalu terjamin, khalifah tampak kebingungan menjawab pertanyaan tersebut.
Sang penasehat lalu menyampaikan, apakah Tuan berani membayar dari sebagian harta tuan untuk air tersebut? Harun Ar-Rasyid lalu mengiyakan tawaran penasehatnya tadi.
Setelah selesai diminum oleh Khalifah, ulama tadi lalu bertanya lagi, “Wahai Amirul Mukminin, kalau air yang sudah masuk tadi susah keluar, berapa Tuan berani membayar dokter untuk membantu mengeluarkan air yang tersendat tadi?
Harun Ar-Rasyid tampak bingung lagi. Berani nggak Tuan membayar dari sebagian kekayaan Tuan yang tersisa itu? Lalu Amirul Mukminin mengiyakan untuk membayar dari sebagian dari kekayaan yang dimilikinya.
Kemudian ulama tadi mengatakan, betapa mahalnya air segelas tadi sehingga menghabiskan seluruh kekayaan Tuan. Hikmah dari cerita seorang ulama dan Khalifah di atas, memberi kita pelajaran tentang betapapun mahal biaya yang harus dihabiskan jika sudah menyangkut KESEHATAN, orang akan rela menghabiskannya.
Namun demikian, kalimat singkat dan sederhana yang Umi ucapkan tadi, menyadarkan saya, dan juga mungkin banyak orang, bahwa ternyata “kesehatan itu tidak mahal-mahal amat”. Sebab kita bisa mengantisipasi dan menutup kran timbulnya penyakit yang lebih besar dalam diri kita.
Lewat aktivitas menyapu saja kita bisa mengahadirkan hal positif dalam hidup kita. Itulah kenapa pentingnya menghadirkan cara berpikir positif. Kesehatan itu memang tidak terlepas dari bagaimana cara kita mengatur dan menjaga keseimbangan pikir yang kerap melampaui batas.
Terakhir, agar pembaca tidak salah paham. Dalam konsepsi agama Islam, manusia memang diberi ruang untuk berikhtiar seperti menjaga pola makan, minum, olahraga setiap hari, tidur tepat waktu, dan lain sebagainya.
Kita harus ingat, jika Allah sudah mentakdirkan kepada hambanya perihal penyakit yang diderita, baik melalui uzur umur, atau makanan bahkan disebabkan oleh kecelakaan yang kita tidak duga, misalnya. Itu merupakan bagian dari takdir dan kekuasaan Allah sang pemilik semesta ini. Tawakkal kepada Allah. (*)
*Note Pagi: Fahrudin (Dosen STE Yapis Dompu)