
Tawakkul atau Tawakel Abdel-Salam Karman adalah seorang jurnalis dan politikus Yaman serta anggota senior Partai At-Tajammu Al Yamani Lil Ishlah (Perhimpunan Yaman untuk Reformasi) yang merupakan partai oposisi terkuat di Yaman. Tawakkul Karman juga dikenal sebagai aktivis hak azasi manusia sekaligus pemimpin kelompok Perhimpunan Wanita Jurnalis Tanpa Belenggu yang ia dirikan pada tahun 2005 yang secara kritis menyoroti berbagai isu sosial, politik, perempuan, serta Hak Asasi Manusia. Korupsi dalam pemerintahan juga tidak pernah lepas dari perhatiannya. Ia mengikuti jejak sang ayah bekerja sebagai pengacara dan politisi, Tawakkul Karman memilih kuliah jurusan politik di Universitas San’a.
Karman yang lahir 7 Februari 1979 ini memperoleh perhatian besar di negaranya setelah keikutsertaannya sebagai jurnalis Yaman pada tahun 2005 dan juga sebagai garda terdepan pendukung layanan berita telepon genggam pada tahun 2007. Lewat profesinya tersebut, ia memimpin protes tentang adanya kebebasan pers. Tawakkul mengadakan protes setiap pekan setelah bulan Mei tahun 2007. Ia kemudian menjadi tokoh utama dalam pemberontakan yang berujung pada Revolusi Yaman pada tahun 2011 yang merupakan bagian dari Musim Semi Arab. Ia dijuluki Iron Woman “Wanita Besi” dan Mother of Revolution “Ibu Revolusi” oleh rakyat Yaman.
Predikat Ibu Revolusi atau Mother of Revolution ia dapatkan Tawakkul karena ia memimpin sebuah gelombang protes saat ia menjadi seorang ibu dari tiga anak yang dilahirkannya. Ia berhasil menumbangkan rezim yang memimpin negaranya. Berbagai unjuk rasa sering dipimpinnya hingga berhasil menggulingkan sang diktator yaitu Presiden Ali Abdullah Saleh.
Keikutsertaan Tawakkul Karman dalam setiap agenda demonstrasi dan tindakan kritis terhadap pemerintah bahkan sampai menyebabkan dirinya pernah ditahan. Akan tetapi, ia tetap meneguhkan dirinya untuk selalu bergerak aktif dan memperjuangkan setiap permasalahan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Atas kegigihan memperjuangkan hak-hak dan keselamatan perempuan, ia bahkan meraih pernghargaan paling bergengsi yaitu Nobel Perdamaian yang ia raih di usianya yang masih 32 tahun dan menjadi wanita Yaman pertama yang berhasil meraih penghargaan tersebut. Di sisi lain, ia memutuskan untuk menyumbang hadiah uang penghargaan (Nobel Perdamaian-red) sebesar US$ 500 ribu (Rp 7,5 miliar) itu untuk warga terluka dan keluarga yang terbunuh dalam pemberontakan yang terkait dengan Arab Spring.
Berkaitan dengan penghargaan Nobel tersebut, beberapa stasiun televisi Arab menunda sementara siarannya untuk membuat berita ‘hangat’ seputar penerimaan Nobel tersebut. Di sisi lain, dunia pertelevisian yang dikoordinir oleh Pemerintah Yaman tidak menyetujui bahkan mengecam putusan Komite Nobel yang memberikan Tawakkul Karman Nobel Perdamaian.
Marwah Sameer, seorang perempuan pegiat HAM Mesir menyambut gembira dan hangat penetapan Tawakkul Karman sebagai penerima Hadiah Nobel. “Ini merupakan penghormatan terhadap dedikasi perempuan Arab,” kata Marwah kepada jaringan televisi Nile TV dalam sebuah wawancara.
Selain menjadi pelopor dan pegiat HAM, Tawakkul Karman juga merupakan wartawati dan jurnalis yang sangat kritis. Ibu dari tiga orang anak itu pada tahun 2005 mendirikan Perhimpunan Wanita Jurnalis Tanpa Belenggu. Dalam postingan terbarunya di jejaring sosial, Tawakkul menulis, “Kalian tak bisa membelenggu kebebasanku”. Dan akhir-akhir ini, perempuan berjilbab itu bergabung dengan Partai At-Tajammu Al Yamani Lil Ishlah (Perhimpunan Yaman untuk Reformasi), Partai Oposisi terkuat di Yaman. Partai tersebut banyak mengkoordinasi gelombang protes terhadap Presiden Saleh. Mereka juga memberikan makanan dan menyediakan alat medis untuk ribuan demonstrasi yang berkemah di Lapangan Perubahan.
Oleh karena keterlibatan Tawakkul Karman dalam politik, Hak Asasi Manusia dan berbagai aksi demonstrasi membuat banyak kalangan tidak menyukainya. Ketidaksukaan terhadap Tawakkul Karman itu bahkan berujung pada percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Percobaan tersebut terjadi pada tahun 2010, ketika seorang pembunuh wanita berusaha menikam Tawakkul Karman menggunakan senjata tradisional.
Akan tetapi, dikarenakan terdapat bantuan dari banyak pihak dan rekan dalam menyelamatkan diri, akhirnya Tawakkul Karman berhasil lolos dalam percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh rival politiknya. Ancaman pembunuhan terhadap Tawakkul Karman tidak berhenti sampai disitu. Pada akhir tahun 2010, saudaranya bernama Tariq Karman ditelepon seseorang yang diprediksi merupakan Presiden Ali Abdullah Saleh yang menebarkan ancaman akan membunuh Tawakkul Karman jika ia tidak berhenti melakukan unjuk rasa dan demonstrasi anti pemerintah. Wallahu a’lam. (Dari berbagai sumber)
(*Penulis merupakan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Program Studi Hukum Keluarga Islam).