Katakan kebaikan. Siapa tahu, dengan izin Allah, ia menjadi nasihat bagi yang mendengarnya, menyentuh hatinya dan mengubah sikap hidupnya. Kemudian pahala kebaikan mengalir tanpa henti untukmu.

Itulah pelajaran yang diam-diam saya resapi dari seorang anak muda teman sekamar saya saat umrah.
Ia menggambarkan dirinya pernah hidup jahiliyah. Jauh sejauh-jauhnya dari agama. Orang tuanya adalah orang hebat. Keduanya berkarir di Jepang. Ia pun kuliah di negeri Sakura itu.
Tak ada riak dan irama agama dalam kehidupan keluarga mereka. Ia pun tumbuh sebagai pemuda dengan pola pikir dan gaya hidup yang jauh dari agama. Tapi, ia kemudian berubah 180 derajat oleh sepotong kalimat baik. Kalimat baik itu pun tidak ia dengar sendiri, tapi dari cerita ibunya.
Dalam suatu perjalanan ke Jepang, ibunya transit di sebuah bandara. Di bandara yang sama juga transit jamaah umrah yang tengah menuju tanah suci. Ibunya kemudain berkenalan dan ngobrol dengan salah satu rombongan jamaah tersebut. Dengan bangga ibunya bercerita bagaimana ia dan keluarganya bisa berkarir dan tinggal di negara semaju Jepang.
Dengan kekaguman jamaah itu mendengarkan ceritanya. Tapi kemudian ia mengatakan sebaris kalimat yang setelah itu begitu terpatri dalam memori ibunya, menyentuh hatinya dan kemudian mengubah ia dan keluarganya.
Jamaah itu berucap “Hebat sekali ibu bisa ke mana-mana, tapi sayang ibu belum pernah ke tanah suci.” Subhanallah, kalimat ini menancapkan sesuatu yang baru yang sebelumnya tak pernah singgah dan terlintas dalam benak ibunya. Tak berselang lama, kalimat ini menuntun ibunya dan keluarganya berangkat umrah ke tanah suci. Mula-mula ibunya berangkat sendirian, kemudian bersama suaminya, kemudian dengan anaknya, anak muda teman sekamar saya tadi.
Saat ibunya mengajaknya berangkat umrah, ia menanggapinya dengan aneh. Sempat ia menanggapi ajakan ibunya dengan ucapan “Umrah? Ya, mau aja, sih. Tapi mau ngapain saya di sana?”. Ibunya hanya menjawab “Ya, ikut ajalah”. Ibu ini tentu memahami sikap dan pikiran anaknya, karena ia pun pernah hidup lama dengan sikap dan pikiran yang sama. Tapi dia juga yakin, pasti ada sesuatu yang akan berproses dalam diri anaknya kalau sudah ke tanah suci. Maka target awalnya hanya satu: yang penting anaknya ikut umrah.
Benar saja. Apa yang dibanyangkan sang ibu benar-benar terjadi dalam diri anaknya. Ketika untuk pertama kali dalam hidupnya anak muda ini lewat di makam Rasulullah di Masjid Nabawi, ia bergetar hebat. Ia terpukau melihat sebegitu banyak orang melambaikan tangan mengucapkan salam kepada Rasulullah dengan mata berlinang. Seketika hatinya berbisik “Alhamdulillah. Aku mengikuti sosok yang tidak salah. 14 abad berlalu, tapi rindu, respek dan hormat sebegitu banyak manusia kepadanya tak pernah berkurang. Tak mungkin salah mengikuti orang ini.”
Pengalaman spiritual itu kemudian menjadikan perjalanan umrah ke tanah suci sebagai agenda rutin hidupnya. Setiap kali ke tanah suci, selalu ada sensasi spiritual baru dalam hatinya. Tentang umrah terbarunya Ia memberi kesan: “Umrah kali ini terasa lebih nikmat buat saya, Ustadz.” Saya yakin, saat suatu hari kembali lagi ke tanah suci ia akan merasakan dan mengatakan kesan yang sama.
Getaran nabawi yang ia alami saat umrah pertamanya menuntunnya terus belajar dan mencari tahu lebih banyak tentang Rasulullah dan Islam yang dibawanya. Di hari terakhir sebelum kembali ke tanah air, ia berkata pada saya: “Ustadz, saya sudah download buku ‘Ketika Bulan Terbelah’. Akan saya baca tuntas selama di pesawat saat kita kembali ke tanah air besok.”
Saat para penumpang terlelap tidur dalam remang pesawat, saya bangun menuju toilet. Kursinya ternyata di samping toilet. Seperti yang diniatkannya, saya lihat ia begitu nikmat membaca buku tentang salah satu mukjizat Rasulullah tersebut. Saya pun hanya lewat tanpa ingin mengusiknya.
Betapa bersyukur saya bertemu sahabat saya ini. Mengingat ceritanya selalu menggiring saya membayangkan betapa besar pahala yang terus mengalir untuk ibu jamaah umrah tadi yang dengan sebaris kalimatnya telah mengubah hidup sahabat saya ini dan keluarganya.
Mengingatnya juga membuat saya selalu berdoa, semoga ada di antara kata-kata baikku yang ditaqdirkan Allah sampai ke telinga orang sebagai nasihat dan kemudian mengubahnya menjadi hamba-Nya yang lebih baik. Aamiin…