Karena musalla samping rumah sedang direnovasi, saya harus keluar ke tempat lain untuk salat berjamaah. Ada keasyikan tersendiri dalam rutinitas baru saya ini, karena saya bisa merasakan berjamaah di masjid berbeda.
Pagi ini, tiba-tiba saya ingin jamaah subuh di masjid dekat rumah seorang sahabat saya. Terselip niat untuk sekalian silaturahim dengannya. Saya yakin akan bertemu, karena ia selalu berjamaah di masjid itu. Ia juga didaulat orang kampung situ sebagai ketua takmir dan imam tetap.

Ia mengimani salat dengan langgam bacaan sederhana tapi cukup menghadirkan suasana khusyuk. Di rakaat pertama ia membaca “Allahu nuurussamawaati wal ardhi matsalu nuurihi kamisykaatin fiiha mishbaah….” Rakaat kedua ia melantunkan “Muhammadun rasulullahi walladziina ma’ahu asyiddaau alal kuffaari ruhamaau bainahum….”
Usai salat, ia memimpin jamaah berzikir bersama. Setelah menutup rangkaian zikir dengan doa, ia menambahkan doa lagi yang tampaknya ia sendirikan dan khususkan: “Ya Allah ampuni ummat Muhammad, berikan rahmat-Mu kepada ummat Muhammad, jagalah ummat Muhammad, perbaiki keadaan ummat Muhammad… Doa-doa itu ia lantunkan dengan khusyuk, dan para jamaah mengamininya dengan tak kalah khusyuk.
Saat mampir di rumahnya usai salat, seperti biasanya, kami berbincang soal amalan sehari-hari dan bagaimana menjadi hamba yang lebih baik. Sampai kemudian kami menyinggung doa tambahan yang ia lantunkan di akhir zikir subuh tadi.
Ia ternyata memang menganggap spesial dan istimewa doa itu, karena terinspirasi oleh ucapan Rasulullah ketika mendoakan ummatnya. Seperti kita ketahui, ketika membaca ayat 118 surah Al-Maidah (“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana”) Rasulullah mengangkat tangan dan berdoa sambil menangis “Allahumma ummati, ummati”.
Menurut sahabat saya ini, doa Rasulullah tersebut tidak hanya menunjukkan betapa beliau begitu mencintai ummatnya, tapi juga menyiratkan pesan bahwa kita sebagai ummatnya harus saling mencintai. Logikanya, kalau Rasulullah sebagai imam dan teladan kita sangat mencintai kita ummatnya, maka kita sebagai ummatnya juga harus saling mencintai sesama kita.
Cinta dan saling mencintai sebagai sesama ummat Muhammad adalah salah satu sunnah dan ajaran beliau yang agung. Untuk itu, mencintai sesama ummat Muhammad harus kita utamakan dan kita tempatkan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Jangan sampai karena masalah dan ego personal kita memandang diri kita “aku” dan orang lain “dia”. Jangan sampai karena kepentingan kelompok kemudian muncul polarisasi “kita” dan “mereka” antara sesama ummat Muhammad. Semua yang berpotensi membuat kita lupa akan keberadaan kita sebagai sesama ummat Muhammad yang diajari untuk saling mencintai wajib kita kesampingkan.
Sangat disesalkan kalau karena masalah aliran, organisasi, politik dan hal-hal lain kita kehilangan rasa saling cinta dan hormat antara sesama ummat Muhammad. Alih-alih saling mencintai, kita justru tanpa sunkan saling menyalahkan, memojokkan, dan bahkan saling mengafirkan. Sungguh sangat naif kalau semua itu kita lakukan karena merasa sebagai yang paling layak menyandang atribut ummat Muhammad. Kita merasa sebagai ummatnya yang terbaik, tapi sikap saling mencintai yang diajarkannya justru kita abaikan.
Tapi, belum terlambat bagi kita untuk memupuk cinta yang gersang itu agar kembali bersemi. Salah satu caranya adalah dengan saling mendoakan. Saling mendoakan sesama umat Muhammad apa pun bangsa, suku, golongan dan alirannya. Saling mendoakan agar semua selamat, terlindungi, damai, dikasihi dan diampuni Allah. Bahkan yang sudah meninggal pun ikut didoakan.
Ketika seseorang mendoakan sesama ummat muhammad, yang jumlahnya tak terhitung itu, sebanyak itu pula kebaikan akan kembali kepadanya. Karena siapa yang berdoa untuk orang lain akan mendapatkan hal yang sama. Inilah yang diyakini oleh sahabat saya tadi. Keyakinan yang selalu mengingatkannya untuk mengajak jamaahnya mengkhususkan doa untuk seluruh ummat Muhammad. Wallahu A’lam.
*Penulis adalah dosen tetap pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya










