“Cinta mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah orang tak berpendirian menjadi teguh berpendirian, mengubah pengecut menjadi pemberani, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam”.
(Jalaluddin Rumi)
MATARAM, INSANCHANNEL.COM – Sulit untuk memulai menuturkan inspirasi yang terlahir dari kiprah dari setiap mereka yang telah menabur sekian banyak ukiran perjalanan hidup. Namun dengan mengutip dari puisi seorang pujangga besar, Jalaluddin Rumi diatas paling tidak mewakili nafas kehidupan yang terukir dari sosok Profesor. Dr. Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd yang telah berjalan dengan sekian tapak bersama pasangannya yang indah bernama Profesor Atun Wardatun, M.A, Ph.D.
![](https://insanchannel.com/wp-content/uploads/2022/11/Wahid-atun-2-acc-1-300x300.jpg)
Setiap akademisi tentu “merindukan” berada diatas puncak sebagai seorang guru besar atau profesor. Tapi kerinduan dari sosok pasangan ini berbeda. Mereka ditakdirkan lahir dari sesuatu yang berbeda untuk menapaki “jembatan” tersulit berupa penderitaan yang akhirnya berbuah kebahagian layaknya pasangan pengantin baru yang duduk di singgasana pelaminan. Mereka berdua akan tampil dalam panggung pengukuhan yang sama untuk dikukuhkan sebagai guru besar bidangnya masing-masing.
Tampilnya mereka berdua untuk dikukuhkan sebagai guru besar adalah sesuatu yang spektakuler. Apalagi mereka membedah sesuatu dalam pidato pengukuhannya merupakan hasil integrasi keilmuan mereka berdua yang dikemas dalam pidato berdua bertajuk; “Heterarki Masyarakat Muslim Bima (dan) Indonesia: Dari Quasi Hegemoni ke Kolektif Agensi” pada pidato pengukuhan pada Rabu, 16 Nopember 2022 di Auditorium UIN Mataram.
Untuk menyelami bagaimana getar hati sang profesor yang akan dikukuhkan bersama istrinya ini, Mokh. Nasuhi (nas), wartawan insanchannel.com melakukan wawancara daring dengan Prof. Dr. Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd (aw), Dosen Tetap pada Unerversitas Islam Negeri Mataram, Selasa (8/11/2022). Berikut petikan wawancaranya:
Setelah berjuang dalam tapak perjuangan, Anda akan dikukuh sebagai guru besar bidang antropologi dan istri di bidang hukum keluarga Islam Apa komentar Anda? (nas)
![](https://insanchannel.com/wp-content/uploads/2022/11/Wahid-atun-1-acc-300x297.jpg)
Tentu saja capaian ini perlu disyukuri, karena ini impian semua akademisi. Hanya saja perlu instrospeksi dan refleksi ke dalam untuk melecut munculnya karya-karya terbaik lagi bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Bagi kami berdua, ini tugas berat, karena itu kami harus menempatkan ini sebagai panggilan hidup saja, dijalankan saja secara alamiah….(aw)
Tahun 2013 adalah tahun ujian terberat dalam hidup Anda, bisakah direview dikit shingga lahirnya buku “bukan satu mata”? (nas)
Tahun 2013 itu ‘amul huzni, tahun duka cita karena peristiwa besar itu terjadi, bukan saja menimpa saya secara individu tetapi juga keluarga. Hanya saja saya dan kami semua segera menyadari ada sesuatu yang sedang Allah rencanakan atas peristiwa itu. Saya pun menerima itu. Toh ada beberapa tokoh yang saya ingat nasibnya sama bahkan lebih daripada apa yang saya alami. Misalnya Toha Husain, intelektual hebat Mesir, adalah seorang buta. Demikian juga mufti besar Saudi, Syekh Abdullah bin Baz. Banyak orang yang secara fisik “cacat” tapi karyanya seperti orang normal saja. Banyak pula orang normal tapi karya dan pengadiannya sama seperti orang yang kekurangan. Maka semua itu relatif. Energi batin lah yang menentukan. Dan energi batin harus ditumbuhkan, misalnnya… (aw)
Pesan apa yang ingin Anda tampilkan dibalik kisah itu? (nas)
![](https://insanchannel.com/wp-content/uploads/2022/11/Wahid-atun-3-acc-300x300.jpg)
Tuhan tau kemampuan hamba-Nya menerima ujian, maka sebatas kemampuan itulah Ia timpakan. (aw)
Apakah Anda percaya bahwa itu cara Allah menghentikan takdir bahwa jalan Anda harus kembali? (nas)
Iya. Allah harus memiliki mekanisme mengembalikan jalan hamba-Nya ke jalan yang menurut Ia lebih baik. Dulu saya hendak masuk arena politik, karena menurut saya baik bagi medan pengabdian, tapi mungkin di mata Allah tidak seperti yang saya kira, Mungkin kalau saya terus mengikuti jalan itu, tujuan akan tercapai, tapi di ujung jalan akan ada tebing yang bisa membuat saya jatuh dan terhina. Maka Allah menyelamatkan saya dengan caranya yang unik. maka Allah menujuki jalan yang lurus lagi, hehehehe. . Untuk menghentikan jalan saya itu, Allah harus punya alasan. Ya tidak bisa Ia hentikan begitu saja, misalnya dengan tiba-tiba bisikin saya, udah berhenti saja dari jalan politikmu, Nggak bisa begitu, karena pada saat yang sama Allah sudah ciptakan jiwa saya kalau sudah melangkah pasti akan sampai pada tujuan itu…. Allah tidak bisa menyangkali “nature’ cipataan-Nya sendiri. Maka dibuatlah mekanisme “kecelakaan itu”… Enak kan, merefleksi peristiwa seperti ini.. jadi nggak ada beban, jadi energi batin. (aw)
Adakah pengalaman traumatik itu sebagai tonggak bahwa Anda harus bangkit? (nas)
![](https://insanchannel.com/wp-content/uploads/2022/11/Wahid-atun-7-acc-300x297.jpg)
Iya, trauma ada, tapi itu etape saja dalam etape yang yang panjang, turbiulensi dalam jalan hidup itu pasti ada, tapi kita harus bangkit. Tuhan sudah kasih kita hidup kedua, maka harus manfaatkan dengan cara berkarya maksimal. (aw)
Di titik terendah ujian itu, siapakah yang berperan lebih, adakah malaikat berwujud manusia yang menolong Anda? (nas)
Kasih Tuhan bagi saya, bisa mewujud kekuatan batin. Hilangnya mata sebelah dan kurangnyanya penglihatan sebelah lagi diganti oleh-Nya dengan bentuk lain, misalnya kekuatan batin itu. selain itu dalam bentuk malaikat, malaikat asli, yang selalu saya lihat terutama saat- saat kritis pada tahap operasi-operasi. Pada saaat seperti itu benar adanya “wal malaku shoffan-shoffan la yatakallamuna illa man azina lahurrahmanu waqala shawaba… Ada juga “Malaikat berupa keluarga, Istri dan anak serta orang-orang di sekeliling… mereka dititipkan oleh Allah sebagian dari kekuatan-Nya untuk saya. Mereka inilah yang bisa menopang dan membuat saya seperti tidak mengalami apa-apa yang berat. (aw)
Bagaimana dengan istri, sosok dan kiprahnya? (nas)
Dia, istri, adalah sosok utama di balik keberhasilan… Tanpa supporting system yang dia sediakan tiada capaian seperti ini. kami saling melengkapi, saling belajar. Dulu dia belajar nulis dan berpikir sama saya, sekarang saya juga banyak belajar dari dia, terutama ketekunan dan kerja kera. O ya, sebenarnya saya nggak ada minat untuk jadi GB (guru besar/profesor-Red) ini, tapi diam-diam dia mengumpulkan karya-karya saya, merapikan, mendorong untuk ditulis kembali dalam bentuk jurnal internasional, maka syarat untuk menjadi jurnal didapatkan. saya pun belum mau ngurus. Dia diam-diam menguruskannya, juga ikut meminta teman-teman untuk merayu saya agar mau… Prinsip dia, yang lain saja bisa GB apalagi saya… hehehehe … Saya selalu tepis, misalnya dengan bilang, lalu setelah GB ngapain?… Tapi saya memang harus menghormati uluran tangan orang, dan merespon doa-doa dan pengharapan mereka, terutama untuk menjadi model bagi anak-anak…(aw)
Dengan peran sebagai ibu bagi anak-anaknya dan pendamping setia bagi suaminya. Dengan alasan itukah sehingga lahirlah pengukuhan pasangan indah sebagai guru besar di dalam satu panggung pengukuhan? (nas)
Pengukuhan bareng ini memang sudah direncanakan dari awal. Ketika dia menerima SK setahun yang lalu, dia berharap saya juga akan segera. Dia yakin betul saya bisa. dan memang pada akhirnya bisa, ini juga bukti kekuatan keyakinan. Bukan dia saja yang berharap begitu, banyak kolega dan yang melihat dan berharap begitu, supaya jadi contoh kata mereka. Saya sih hanya bilang, Kok jadi membebani kami dengan tugas-tugas berat seperti itu?…. (aw)
Apa harapannya…? (nas)
Kami berdua selalu refleksi. Ini anugerah dalam bentuk tugas. Kami punya suku (kalau di dunia kependekaran, seorang pendekar pasti punya guru tempat ia meminta nasehat). Guru kami itu, ketika kami mintai wejangan akan niat kami mengurus GB, beliau bilang, jadi guru besar yang benar ya, karya harus serius… Mudah-mudahan hal itu bisa kami emban… Tahan ini awal saja dari perjalanan akademik yang baru. (aw). Wallahu a’lam bishshawab ***